Friday 17 March 2017

Mengapa Aku Bertahan Hidup

Diposkan oleh corat coret di 10:05:00
           Aku adalah satu dari sekian aktris opera sabun dari sebuah persekongkolan ruh dan Tuhannya yang dinamai takdir. MoU terbesar yang pernah dilakukan manusia. Bagaimana setiap pasal ayatnya sudah tertulis rapi dan detail dalam kitab lauhul mahfudz. Bahkan kematian tidak akan pernah merengkuh, membelai dan menyentuhku jika ajal tidak terpenakan disana.
 
            Bapak matahari masih selalu berkasih sayang dengan ibu bumi, walaupun bukan rahasia lagi jika dia berpoligami dengan 8 yang lain. Tidak seperti yang lain cinta pada ibu bumi pas takarannya. Tidak berlebihan seperti kepada Merkurius (sepertinya istri muda ini) dan kurang sampai dingin dan beku pada Pluto (yang ini sepertinya istri tua). Cintanya menghangatkan daratan dan lautan, hingga membuat haru awan lantas rela merubah dirinya menjadi hujan dan jatuh menyiram bumi. Malah terkadang mengirimkan kado merah jingga kuning hijau biru nila ungu tersimpul lengkung pada rambut biru ibu bumi. Ibu bumi yang terbuai alunan kegombalan kasih sayang itu tanpa paksaanpun bahkan pasrah, melahirkan berupa-rupa anaknya dengan namanya masing. Anak mereka, pohon-pohon dengan asupan ASI hujan yang cukup tumbuh sehat dan bermain-main dalam pangkuan ibunya. Berbagi kasih dengan burung, lutung, kupu-kupu, ulat, cacing dan tentunya aku. Pohon itu memberiku oksigen agar aku bisa menggerakkan mesin alam terkecil. Ya, sel. Tanpa sel yang hidup maka aku hanya segumpal daging yang dirangkai tulang belulang. Pohon dengan kebaikan hatinya juga memberiku buahnya untuk sumber tenaga penggerak as roda sel. Tentunya dibantu dengan air sebagai radiator. 

            Senja jingga keemasan yang menggantung di cakrawala dan menempel pada garis lurus horison yang memisahkannya dengan laut. Sinarnya lembut temaram mengubah segala dihadapannya menjadi siluet. Lengkap dengan pasir putih, riuhnya angin yang merangkul ombak dan sekumpulan camar. Bukit-bukit rendah meliuk-liuk dan berderet-deret lalu ditepinya yang landai rumah berhimpit-himpit yang tak memberikan ruang bahkan untuk batupun menyempil ditengahnya. Seluruh atap genteng rumah yang dihiasi tiang bambu tinggi dengan alat penangkap sinyal tivi di ujungnya. Kemudian ditepinya lagi tepat di atas hamparan literan air biru kehitaman berjajar dan berhimpit pula perahu-perahu cadik. Jala-jala juga terlihat centang perentang bergulung-gulung di teras-teras rumah. Gunung tinggi terkumpul dari berton-ton material tanah dan batu gandeng-menggandeng melengkung meliuk. Terkadang curam kadang juga terjal, dimonopoli oleh pohon yang berkoloni dan bersekutu menjadi hutan. Kabutnya bergelung seperti asap hutan yang terbakar. Turun dan menitikkan embun dan mendinginkan udara. Serta langit ajaib yang bisa berubah warna dari biru, jingga, ungu lalu hitam pekat. Dari sana bisa kita lihat rupa bapak matahari saat langit biru dan jingga. Saat pekat dan kelam merajai langit seperti itu pula bayangan mantan ibu bumi yaitu bulan, datang. Mencoba mengerling dengan kehangatan palsu. Hamparan bapak matahari dengan istri dan selirnya dalam biduk rumah tangga galaksi membentuk konstelasi, dimana mereka membantu manusia nelayan pulang untuk menggapai daratan dan memeluk istrinya. Bukankah semua itu adalah surga bagi mata yang perasa? Bukankah semua itu adalah kekonkritan yang patut disyukuri?

           Manusia adalah jenis makhluk yang paling rumit yang diciptakan Sang Pencipta. Selalu merasa tidak puas dan menuntut pasangan. Bahkan untuk hal yang konkrit pun masih dituntut untuk memiliki pasangan bernama abstrak. Keabstrakan manusia dalam menjalani MoU terbesar itu disebut sebagai tujuan/cita-cita/keinginan/harapan apapun yang mirip dengan itu. Manusia tanpa cita-cita seperti zombie. Hidup namun mati, disebut matipun masih memenuhi syarat hidup. Akupun juga bertujuan, merengkuh ibu bumi ini dan mengalbumkannya dalam instagram cerita. 
 
           Begitulah, bagaimana aku masih bisa bertahan hidup dalam kefanaan ini.

17 Maret 2017,

Arema-nita, Tary Wilujeng


 

0 komentar:

Post a Comment

 

Corat Coret Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review