Thursday 30 March 2017

Zodiac Apa Bintangmu? [Review] : Benarkah Kata-Kata Zodiac untuk Urusan Jodoh?

Diposkan oleh corat coret di 13:31:00 0 komentar

                                                                                                               Judul: Zodiac Apa Bintangmu?
Penulis : Silvarani
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Sampul dan foto : Renee Films
ISBN : 978-602-03-3792-0
312 hlm.;20 cm

Cetakan pertama, 2017

           Lakon utama dalam kisah ini adalah Ariel, seorang cewek putus kuliah yang sedang gelisah karena harus menyelamatkan toko kaos kakinya yang akan disita oleh deb collector. Demi mempertahankan tokonya, ia ditemani anggun ~sahabatnya~ mengikuti kontes vlog yang pembahasannya mengenai mitos untuk memenangkan hadiahnya sebesar 100 juta rupiah. Si Ariel mengambil topic seputar zodiac. Bagaimana hubungan antara zodiac dengan perjodohan. Tantangan bagi Ariel adalah harus membuktikan bahwa zodiac tidak ada hubungannya dengan jodoh. Karena dia harus melakukan eksperimen mengenai ini, maka ia harus nge-date dengan kedua belas cowok dengan zodiac yang berbeda. Berhasilkah Ariel memenangkan kontesnya? Atau jangan-jangan malah Ariel yang jomblo bisa mendapatkan pacar salah satu dari kedua belas cowok itu?

___

           Kak Silvarani penulisnya, mengangkat kisah ini dari sebuah film dengan judul yang sama. Novel ini secara garis besar ringan sekali. Santai dan bisa dibaca untuk sekali duduk. Hanya saja, saya membutuhkan waktu dua hari untuk membacanya. Bukannya apa, kalau sudah dirumah saya tidak bisa diam tenang karena lebih milih main dengan kucing-kucing (By the way, kucing saya ada 7 loh).
           Awal membaca, saya mulai jadi dukun. Menebak-nebak kira-kira si Ariel ini akan seperti apa nasibnya. OK, namun saya salah juga. Ada surprise yang dibuat dalam kisah Ariel ini. Sedikit salah tak apa kan? namanya juga dukun amatir. Surprisenya apa? silahkan membaca sendiri (hihihihi). Spoiler namanya kalau saya bocorkan. Bagi yang sudah lihat filmnya sih pasti sudah tahu. 
Novel ini ditulis dengan sudut pandang (POV ~point of view~) orang ketiga. Dengan alur maju. Kalau boleh saya bilang ini bisa dimasukkan teenlit. Asmaranya kisah anak muda sekali. Jika memang benar target pasarnya adalah remaja, maka nilai novel ini 4 stars from 5. 

Ada typo ~kesalahan tulisan~ sedikit disini untuk tokohnya. Yaitu di halaman 38 :
"Oh ya?" sahut Anggun tanpa minat. "Gimana?" 
seharusnya yang benar adalah "Oh ya?" sahut Ariel tanpa minat. "Gimana?"

Dan di halaman 235 : 
Dari kafe, Anggun berjalan menuju halte. Suasana hatinya yang masih tidak keruan mengabaikan chat panik Anggun. 
seharusnya adalah : Dari kafe, Ariel berjalan menuju halte. Suasana hatinya yang masih tidak keruan mengabaikan chat panik Anggun.


           Ada kalimat dari Raka (barista sebuah cafe sekaligus ownernya) di halaman 233
Ada banyak cara membuat secangkir kopi. Ada banyak teori yang bisa kamu pelajari, baca, ataupun eksperimen sendiri. Tapi kopi yang paling enak pada akhirnya adalah kopi buatan kamu sendiri. karena hanya kamu sendiri yang paling tahu takarannya yang paling pas buat kamu
           Kenapa saya suka? ucapan Raka ini terbukti untuk kasus saya sendiri. Saya yang Aquarius tidak cocok dengan Capricorn. Tapi kita malah baik-baik saja dan fine-fine saja selama ini. Malah yang katanya zodiacnya cocok dengan sama, ujung-ujungnya sering berantem (ini si mantan ~bye...mantan~). Lalu bagaimana denganmu? Percayakah kamu dengan zodiac, apalagi yang dihubungkan dengan jodoh??? 

Note : Mini review ini pernah saya post di Instagram saya ^^. Dan novel ini hasil menang dari giveaway. Silahkan check di akun Instagram saya siapa yang jadi hostnya. (ssstt by the way hostnya ini sering mengadakan giveaway looohh). Sudah begitu, saya dapat ttd penulisnya lagi. horeeeeeeeeeeeee....






Friday 17 March 2017

Mengapa Aku Bertahan Hidup

Diposkan oleh corat coret di 10:05:00 0 komentar
           Aku adalah satu dari sekian aktris opera sabun dari sebuah persekongkolan ruh dan Tuhannya yang dinamai takdir. MoU terbesar yang pernah dilakukan manusia. Bagaimana setiap pasal ayatnya sudah tertulis rapi dan detail dalam kitab lauhul mahfudz. Bahkan kematian tidak akan pernah merengkuh, membelai dan menyentuhku jika ajal tidak terpenakan disana.
 
            Bapak matahari masih selalu berkasih sayang dengan ibu bumi, walaupun bukan rahasia lagi jika dia berpoligami dengan 8 yang lain. Tidak seperti yang lain cinta pada ibu bumi pas takarannya. Tidak berlebihan seperti kepada Merkurius (sepertinya istri muda ini) dan kurang sampai dingin dan beku pada Pluto (yang ini sepertinya istri tua). Cintanya menghangatkan daratan dan lautan, hingga membuat haru awan lantas rela merubah dirinya menjadi hujan dan jatuh menyiram bumi. Malah terkadang mengirimkan kado merah jingga kuning hijau biru nila ungu tersimpul lengkung pada rambut biru ibu bumi. Ibu bumi yang terbuai alunan kegombalan kasih sayang itu tanpa paksaanpun bahkan pasrah, melahirkan berupa-rupa anaknya dengan namanya masing. Anak mereka, pohon-pohon dengan asupan ASI hujan yang cukup tumbuh sehat dan bermain-main dalam pangkuan ibunya. Berbagi kasih dengan burung, lutung, kupu-kupu, ulat, cacing dan tentunya aku. Pohon itu memberiku oksigen agar aku bisa menggerakkan mesin alam terkecil. Ya, sel. Tanpa sel yang hidup maka aku hanya segumpal daging yang dirangkai tulang belulang. Pohon dengan kebaikan hatinya juga memberiku buahnya untuk sumber tenaga penggerak as roda sel. Tentunya dibantu dengan air sebagai radiator. 

            Senja jingga keemasan yang menggantung di cakrawala dan menempel pada garis lurus horison yang memisahkannya dengan laut. Sinarnya lembut temaram mengubah segala dihadapannya menjadi siluet. Lengkap dengan pasir putih, riuhnya angin yang merangkul ombak dan sekumpulan camar. Bukit-bukit rendah meliuk-liuk dan berderet-deret lalu ditepinya yang landai rumah berhimpit-himpit yang tak memberikan ruang bahkan untuk batupun menyempil ditengahnya. Seluruh atap genteng rumah yang dihiasi tiang bambu tinggi dengan alat penangkap sinyal tivi di ujungnya. Kemudian ditepinya lagi tepat di atas hamparan literan air biru kehitaman berjajar dan berhimpit pula perahu-perahu cadik. Jala-jala juga terlihat centang perentang bergulung-gulung di teras-teras rumah. Gunung tinggi terkumpul dari berton-ton material tanah dan batu gandeng-menggandeng melengkung meliuk. Terkadang curam kadang juga terjal, dimonopoli oleh pohon yang berkoloni dan bersekutu menjadi hutan. Kabutnya bergelung seperti asap hutan yang terbakar. Turun dan menitikkan embun dan mendinginkan udara. Serta langit ajaib yang bisa berubah warna dari biru, jingga, ungu lalu hitam pekat. Dari sana bisa kita lihat rupa bapak matahari saat langit biru dan jingga. Saat pekat dan kelam merajai langit seperti itu pula bayangan mantan ibu bumi yaitu bulan, datang. Mencoba mengerling dengan kehangatan palsu. Hamparan bapak matahari dengan istri dan selirnya dalam biduk rumah tangga galaksi membentuk konstelasi, dimana mereka membantu manusia nelayan pulang untuk menggapai daratan dan memeluk istrinya. Bukankah semua itu adalah surga bagi mata yang perasa? Bukankah semua itu adalah kekonkritan yang patut disyukuri?

           Manusia adalah jenis makhluk yang paling rumit yang diciptakan Sang Pencipta. Selalu merasa tidak puas dan menuntut pasangan. Bahkan untuk hal yang konkrit pun masih dituntut untuk memiliki pasangan bernama abstrak. Keabstrakan manusia dalam menjalani MoU terbesar itu disebut sebagai tujuan/cita-cita/keinginan/harapan apapun yang mirip dengan itu. Manusia tanpa cita-cita seperti zombie. Hidup namun mati, disebut matipun masih memenuhi syarat hidup. Akupun juga bertujuan, merengkuh ibu bumi ini dan mengalbumkannya dalam instagram cerita. 
 
           Begitulah, bagaimana aku masih bisa bertahan hidup dalam kefanaan ini.

17 Maret 2017,

Arema-nita, Tary Wilujeng


 

Thursday 16 March 2017

Dua Purnama

Diposkan oleh corat coret di 15:26:00 0 komentar
Pohon yang berbaris tak sama tingginya itu terlihat semakin kabur, hanya meninggalkan jejak serupa bayangan hitam. Mengapa bisa pohon itu berjajar rapi begitu, bisa jadi dulu memang sengaja diatur. Senja sudah tertidur lelap yang bangun hanya gelap yang ditenggeri beberapa bintang dan bulan. Bulan yang tinggal sepotong, sepotongnya lagi dimakan fase. Di dalam sini juga gelap, sama gelapnya dengan diluar, sama gelapnya juga di hati. Yang terang hanya jam digital warna merah tepat di atas kondektur. Sudah sejak bus meninggalkan keriuhan terminal yang sepertinya tak pernah mati, kondektur telah mematikan lampu di dalam bus. Kondektur itu tahu yang ada disini semua adalah pekerja. Yang ingin meletakkan lelah setelah sehari dikejar pekerjaan atau malah dimarahi bos. Hanya aku yang masih terjada bersama pikiran, bayangan pohon, bulan, bintang dan jam digital berwarna merah. 

"Semoga saja macet!" kataku lirih, tanganku menggelayut manja dilenganmu. Kepalaku pun tanpa diperintah sudah tahu bagaimana harus bersandar dibahumu. Wangi. Parfumnya wangi lelaki macho, segar tapi ada sentuhan lembut dan manis.
"Iya, aku juga suka kalau macet!" katamu seraya tersenyum manis sembari melirikku. Kepalamu bersandar diatas kepalaku. Saling menyandar dan tangan saling menggenggam. Seolah-olah bus itu adalah pasar malam dan kita sedang duduk berdua di taman menikmati kegelapan yang semarak dengan pijaran lampu dari wahana permainan. Dan sorot lampu kendaraan adalah lampu yang berpijar dari biang lala dan komedi putar. Kita menghabiskan dan menikmati seluruh lamanya waktu hanya dengan diam dan letupan benak masing-masing. Setiap minggu di hari dan jam yang sama selama lebih dari 2 lusin purnama.

Ciiiiiittttttttt, ban berdecit. Terkesiap, pikiranku segera pulang dan duduk di tempat semula. Kini di hari yang sama dan jam yang sama. Tidak ada lengan yang bisa aku gelayuti. Disebelahku perempuan berjilbab yang sedang dibuai mimpi. Di luar sana tetap sama, bayangan pohon, bulan, bintang dan jam digital berwarna merah. Kali ini bulannya penuh, seingatku saat aku pertama kalinya tak lagi bisa bergelayut lagi juga saat bulan penuh. Dua purnama sudah.


16 Maret 2017
Arema-nita, Tary Wilujeng



Wednesday 15 March 2017

Jangan Baca Judul, Baca Isinya Saja

Diposkan oleh corat coret di 20:06:00 0 komentar
''Pendapat umum perlu dan harus diindahkan, dihormati, kalau benar. Kalau salah, mengapa dihormati dan diindahkan? Kau terpelajar, Minke. Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu. Datanglah kau padanya barang dua-tiga kali lagi, nanti kau akan dapat lebih mengetahui benar-tidaknya pendapat umum itu.''          

             Di atas adalah cuplikan dari obrolan Minke dan Jean Marais dalam Bumi Manusia karya eyang Pramoedya Ananta Toer. Saya memang lagi gandrung dengan novelnya. Kalau saya dianggap telat, memang telat pakai sangat. Hanya saja tak jadi soal besar, memang telat apa yang jadi soal besar? telat menstruasi mungkin.

           Kalimatnya memang tak puitis apalagi romantis yang bisa menderu-derukan dan menggetarkan hati yang sedang di mabuk asmara. Tapi di dalamnya syarat makna. 
Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan
            Sudahkah kita adil? bahkan sejak dalam pikiran? Saya tergetar memaknainya. Hati saya terkesiap, kaget karena sengatan magis kebenarannya. Saya terpelajar karena saya bersekolah. Saya terdidik dan bahkan sudah makan bangku sekolahan. Dosen saya tak kurang dari profesor, minimalnya adalah master dibidangnya. Namun hinanya saya lantaran masih suka bertindak tidak adil, bahkan sejak dalam pikiran saya sendiri. Saya sangat suka men-judge orang lain. Tanpa melihat latar belakangnya. Tanpa tahu sudut pandangnya. Tanpa tahu apapun. Masih berkabut dan abu-abu tapi dengan lantang saya menghakimi. 

           Toh saya tidak sendirian, masih banyak di luar sana yang bodoh seperti saya. Mau tahu? coba tengok kolom komentar di sembarang artikel berita di media online. bukan di media online Facebook mantan disana tak ada berita yang ada hanya kenangan. Banyak hakim tanpa gelar disana. Menjudge sembarangan ini salah dan itu yang benar, Itu salah dan ini yang benar. Tidak sepaham dikatakan menyimpang, full team bully siap melayangkan tembakan jarak jauh bahkan langsung. Jebreeetttt!! melayang di atas mistar gawang. Bullyan-nya jauh dari pokok masalah, tersesat dan menyimpang jauh dari koridor awalnya. Ya..pokoknya jebret, pokoknya bully. Pernah dibully dijuluki kafir? wah saya pernah. Dia manusia tapi seolah-olah dirinya Tuhan yang bisa men-cap kafir pada umatnya. 

           Sedih rasanya, kenapa generasi negeri seperti ini? Lebih nelongso maneh karena 3 hari lagi malam minggu dan belum ada alasan paripurna untuk menjawab "kenapa malam minggu dirumah saja?"      

**Note : Ceritanya sedang tak bergairah memberikan judul

15 Maret 2017
Arema-nita, Tary Wilujeng

Writing Challenge "7 Hari Tantangan Menulis" #Hari5 #KampusFiksi #BasabasiStore

Tuesday 14 March 2017

Cinta Itu.....

Diposkan oleh corat coret di 14:39:00 0 komentar
cinta......
banyak yang memujanya, mengelu-elukan
tak sedikit juga yang membencinya karena luka

           Cinta itu apa?

           Cinta adalah sesuatu yang tak pernah terdefinisikan secara tepat. Kepada siapapun kita bertanya tentunya jawabannya akan berbeda. Begitupun bila pertanyaan itu ditodongkan untuk saya. Saya yang tak banyak memiliki romansa cinta ini menganggap cinta adalah suatu kebodohan termanis.

           Kebodohan karena tersenyum sendiri hanya membaca pesannya di WhatsApp. Cuma membaca saja seakan-akan si pengirim pesan ada di depan kita. Membaca seraya merona pipi membaca untaian pesan manisnya "met pagi sayang". Tiga kata itu saja sudah bisa meletupkan semangat untuk memeluknya melek. Padahal suara gedoran pintu kamar oleh ibu dah hardikan dengan suara melengkingnya tak sanggup membuat mata barang melek se-mili pun.

           Bodoh karena demi nampak cantik saat nge-date malam minggu, rela berminggu-minggu tak melongok isi kantin dan tak menjenguk abang tukang bakso mari-mari sini aku mau beli demi menuntaskan hasrat membeli eyeshadow, blush on, eye liner, lipstik matte dan tak lupa BB cream Korea ORI. Bukankah hanya orang bodoh yang rela mengkorseti perut dan melakban mulut demi make up??

           Bodoh karena gelisah menunggui bunyi ting dari WhatsApp yang memunculkan pesannya di layar HP. Makin mendera-dera risau karena sudah 3 jam bunyi ting itu tak terdengar. Makin ricuh detak jantung karena pikiran tanpa permisi menghembuskan kata "jangan-jangan..." . Makin gundahlah hati karena pikiran "jangan-jangan..." itu. 4 jam berlalu, 5 jam musnah, 6 jam, 7 jam makin menjadi-jadi kegelisahan yang sudah berakar itu. Hingga perut bernyanyi pun tiada digubris, begini salah dan begitu makin juga salah. Di jam ke 8 baru lah ting itu terdengar, lega lah hati yang tercekik "jangan-jangan..." sedari tadi dan makin plong ketika pesannya bilang "maaf baru bangun tidur sayang". Begitu bodohnya 8 jam berlalu dicekik "jangan-jangan..." dan kegelisahan tanpa alasan.

           Aaaahhhh itu baru tiga kebodohan, masih banyak kebodohan yang lain. Sudah tahu bodoh tapi masih saja kebodohan-kebodohan itu diulang-ulang. Dan entah dari mana lama-lama ada sejumput rasa manis di dalamnya.


14 Maret 2017
Arema-nita, Tary Wilujeng

Writing Challenge "7 Hari Tantangan Menulis" #Hari4 #KampusFiksi #BasabasiStore

Monday 13 March 2017

Ia dan Kemauannya

Diposkan oleh corat coret di 10:02:00 2 komentar
           Anak adalah buah hati orang tuanya. Intan berlian yang dijaga sepenuh jiwa raga. Apapun dilakukan agar si anak ini terpenuhi segala kebutuhannya tanpa kurang suatu apapun. Bahkan, ada banyak orang tua yang sudah mengambil ancang-ancang si anak ini akan menjadi apa di kemudian hari. Serentetan profesi keren berduyun-duyun datang membanjiri angan di kepala. Berdecak kagum dan berbanggalah orang tua membayangkan profesi-profesi keren itu. Padahal si anak ini baru 3 bulan yang lalu bisa menghirup oksigen langsung dari ibu bumi dan baru bisa menikmati lembut dan hangatnya sinar dari bapak matahari. Namun harapan besar dari orang tua sudah dipanggulkan ke pundak si anak bahwa si anak harus menjadi seperti angannya. Jika dikemudian hari si anak sudah bertumbuh menjadi manusia dewasa yang ternyata ia menjadi manusia berbeda dari apa yang diangankan orang tuanya bahkan sebelum ia bisa menegakkan lehernya sendiri, murkalah orang tuanya dan bersedih meratap-ratap di atas kursi. Merutuki nasib bahwa kenapa anaknya tidak bisa mewujudkan angannya dulu. Sembari mengungkit bahwa telah ia cukupi semua kebutuhan anak itu. 


           Sedangkan saya, saya belumlah punya anak. Aaahhh jomblo ngenes single yang membayangkan nikah saja tiada berkemampuan apalagi punya anak. Jauh. Namun bila nanti anak saya bertentangan dengan harapan saya. Ya sudah saya biarkan saja. Toh sebelum itu terjadi saya akan berprinsip tak akan mengharapkan ia menjadi seperti kemauan saya. Cukuplah saya mendidik mereka seperti apa yang Allah SWT firmankan :


Allah tidak mewajibkanmu untuk menjadikan anak-anakmu mahir dalam segala hal, tetapi Allah mewajibkanmu untuk membentuk anak-anak yang sholeh dan sholehah serta terbebas dari neraka (Lihat QS.66:6, QS.46:15)
Hendak menjadi apa ia adalah urusan ia dan cita-citanya. Karena seperti kata Kahlil Gibran dalam The Prophet :


Anakmu bukanlah milikmu. Mereka putera puteri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri. Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau. Mereka ada padamu, tapi bukan kepunyaanmu.

Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri. Patut kau berikan rumah untuk raganya, tapi tidak untuk jiwanya. Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi sekalipun dalam mimpi.

           Jika sejak awal begini saya tanamkan prinsip ini dalam pikiran dan hati, maka saya yakin saya tak akan pernah kecewa pada anak saya kelak karena saya tak pernah memanggulkan harapan besar dibahunya kecuali mereka menjadi anak yang soleh dan solehah.
      
13 Maret 2017
Arema-nita, Tary wilujeng

Writing Challenge "7 Hari Tantangan Menulis" #Hari3 #KampusFiksi #BasabasiStore

Sunday 12 March 2017

Tempat Terjauh

Diposkan oleh corat coret di 08:32:00 0 komentar
           Ketika suatu masa nanti saya ditakdirkan bisa berkelana, ada suatu tempat yang hendak saya kunjungi. Tempatnya mungkin sangat jauh dan bahkan mungkin juga dalam. Hingga dalam lautpun bukan tandingannya. Suatu tempat yang dijuluki ''hatimu''. Jangan pernah mencarinya di Google Map karena sepandai-pandainya Google Map tak akan mampu menemukan koordinatnya. Fiiiuuuhh Google Map tak sepintar itu bukan?. 

           Saya tak bisa membayangkan tempat yang disebut ''hatimu'' ini. Kabur dan gelap wawasan saya akan itu. Bahkan mungkin Einstein pun tak cukup pengetahuannya. Apakah disana adalah semacam padang pasir gurun Sahara? luas - panas - kering - sepi dan sebatas mata memandang hanya pasir dan fatamorgana bahwa ada oase di tengahnya. Apakah disana semacam pegunungan ? berlembah-lembah - terjal - curam - dingin tapi lemparan pandang ke segala arah selalu ada pohon. Apakah disana semacam lautan? luas - dalam - menyembunyikan palung yang berisi ikan berwajah monster - tapi jika beruntung ada hamparan terumbu karang berwarna warni berupa-rupa dengan ikan manis semacam Nemo. Apakah disana semacam angkasa? biru - berawan-awan - luas - semakin tinggi semakin dingin - tempat gemintang, bulan dan matahari bertengger. 

           Berapa lama waktu tempuh untuk pergi kesana? Belum lagi berapa lama waktu untuk menyusurinya? Melihat lalu meneliti detailnya. Mungkinkah sepanjang masa umur saya? Jika tempat yang bernama ''hatimu'' ini dapat ditemukan. Untuk menjajaki tempat yang memerlukan pengorbanan tak ternilai semacam itu, saya akan menggenggamnya erat. Lalu saya tangkupkan ke dalam dada biar melekat dan bersenyawa dengan hati saya. 




12 Maret 2017
7 Hari Tantangan Menulis @kampusfiksi @basabasi_store #Hari2

Saturday 11 March 2017

CiMon, Cinta Monyet Cinta yang Bergelendotan

Diposkan oleh corat coret di 21:20:00 1 komentar
 Aku mematut-matut bajuku dicermin . Rapi . Aku endus lengan seragamku . ehmm wangi . Tanpa banyak cingcong lagi segera aku berpamitan pada ibuku. Senyum sumringah terpampang di wajah, hari ini sepertinya berbeda. Hanya perasaanku atau memang berbeda entahlah. Angin sepoi bertiup dan matahari masih malu-malu untuk bangun, guratan merahnya masih melongok-longok di ufuk timur. Tapi aku sudah disini di dalam angkot. Rapi dan Wangi. Padahal ini masih jam 5.30 tapi kakiku ini nggak bisa diajak santai. Ingin cepat menginjak gerbang sekolah. Angkot berjalan pelan, mencari penumpang. Bapak supir suka menginjak kopling dan rem bersamaan setiap mendekati gang yang dilewati, matanya mencari-cari mungkin ada penumpang yang hendak naik. Aku mengawasi gerak-geriknya dari tempat dudukku tepat dibelakangnya. Hampir-hampir aku tak memperdulikannya setelah itu karena disini aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Hatiku berdetak seperti dentuman electronic dance music. Begitu upbeat cepat dan bersemangat jika aku mengingat peristiwa kemarin. Saat mataku beradu dalam satu pandang dengan Yuda, cowok manis berlengsung pipit, berambut semi mohawk yang hobi main basket. Rasa-rasanya waktu berjalan lambat dan aku terpaku beku

           Mungkin begitu jadinya jika cinta monyet ala saya dinarasikan. Ahhh serasa membaca teenlit bukan?? Tolong jangan bilang bukan, tolong sedikit bahagiakan saya yang jomblo sendiri di malam minggu ini. 

          Sebutannya cinta monyet , cinta ala monyet. Hewan primata yang hobi gelendotan dan lompat-lompat. Laksana itupun cintanya. Bergelendotan berayun lalu melompat. Melompat lagi dan lagi. Dari Yuda melompat ke Awin, Yoska, Edu, Dimas, Bara, terakhir Dika. Semua itu bukan senarai mantan hanya nama-nama yang ketiban cinta monyet saya. 

           Begitulah cinta monyet, renjana yang berdenyar-denyar hanya karena melihat saja. Baru melihat belum memeluk memiliki.

11 Maret 2017
7 Hari Tantangan Menulis @kampusfiksi @basabasi_store #Hari1 

Wednesday 8 March 2017

Dibalik Kegagalan dalam Blogtour Giveaway

Diposkan oleh corat coret di 10:28:00 0 komentar
 rejeki Allah selalu turun ke orang yang tepat di saat yang tepat

           Pernah ikut Blogtour Giveaway? rangkaian giveaway yang dibagikan oleh penerbit lewat blognya blogger yang terpilih. Hadiahnya sih biasanya berupa buku yang sedang direview. Pernah menang? selamat deh ya. Dan poor me!!! Saya nggak pernah menang. Sebel? pastilah. 

           Pernah ikut writting challenge? nulis sesuatu berdasarkan tema yang ditentukan selama beberapa hari yang diadain oleh penerbit atau blogger yang bekerja sama dengan penerbit. Pernah menang? selamat deh ya. Lagi-lagi poor me!!! Dinominasikan saja nggak *eeeehhhh emang ada nominasinya ya? anggap saja ada . Maksa.

           Yang menjadi pertanyaan mendasar, kenapa saya nggak pernah menang? beribu jawaban berjumpalitan di angan. Bisa jadi karena tulisan saya amburadul memang, mungkin juga jurinya yang keblinger atau ngantuk kurang mendapat kesan dengan tulisan saya. Mungkin juga karena tulisan peserta lain lebih amazing penuh dengan diksi yang indah. Bisa jadi faktor lucky, kalau yang ini memang nggak usah ditanyakan lagi. Saya memang nggak pernah beruntung jika sistemnya berupa undian. Dan faktor ini selalu saya mahfumi. Namun kali ini saya tergelitik karena keingintahuan yang mencekik, tulisannya seperti apa sih yang menang itu??? Maka setelah saya menyapa Sang Pencipta subuh tadi, saya mencoba mau membaca tulisan si pemenang. Ada dua pemenang, hawa semua. Sebutlah mereka Mawar dan Melati. Saya memulai merayapi coretan pena pencetan keyboard Mawar. Ceritanya biasa dan pendek namun karena mungkin hobinya membaca sehingga kekayaan vocabularynya melimpah ruah bak kawanan cakalang dilautan. Diksi-diksinya memang aduhai sehingga saya pun terpesona. Ahhhh dari sini saya mengerti kenapa saya kalah. Pantas. Dan itu memang ganjaran bagi diri yang miskin vocabulary ini. Itu baru pemenang satu sudah bikin saya deg-degan dan rendah diri. Saya membayangkan pemenang satunya lagi yang tak lain adalah Melati bakal lebih amazing tulisannya. Setelah dirayapi setiap teksnya. Keliru. Ternyata saya keliru kali ini. Tulisan Melati nampak biasa. Terlalu sederhana jika nggak mau dibilang biasa. Nggak ada kesan didalamnya. Lantas apa yang membuatnya menang? lucky. Yup Dewi Fortuna sedang mengiringi langkahnya. Dan rejeki Allah selalu dibagikan kepada hambanya yang tepat. Selalu tepat. Dari ceritanya saya tahu bahwa dia bukan dari orang berada, sedang kesulitan. Dia lebih membutuhkan giveaway yang imbalannya berupa buku ini untuk dirinya. Supaya bisa menjadi pelecut atau bahkan modal mencapai cita-citanya. Dia sedang dalam mencari pekerjaan artinya dalam dompetnya nggak ada gambar Soekarno-Hatta mungkin bahkan I Gusti Ngurah Rai berlebih untuk membeli buku. Pantaslah ia mendapatkan rejeki kemenangan ini dari Allah. Allah Maha Tahu. 

           Moral dari blogtour dan giveaway yang nggak pernah saya menangkan adalah Allah tahu kalau saya masih mampu membeli buku. Jadi kalau saya nggak menang lagi di lain waktu mungkin karena ada orang disana yang lebih membutuhkan daripada saya. Bukan karena tulisan saya yang sederhana amburadul.

Dalam suatu kesedihan ada suatu kebahagian orang lain

           Kali ini saya yang sedih tapi Melati bisa bahagia karena dapat buku gratis. T.T

Sunday 5 March 2017

Cita-Cita Sederhana

Diposkan oleh corat coret di 20:29:00 0 komentar

Hidup akan hidup jika masih bertujuan
Jika hidup sudah hilang haluan
Maka sederhanakan dengan kembali pada
tujuan hakiki manusia diciptakan

           Cita-cita, seingat saya dulu saya ingin menjadi power rangers. Power rangers pink. Aaahh namanya juga anak-anak, ngusap ingus saja belum bisa hahahaha. Bertambah besar bertambah mengerti bahwa yang namanya power rangers itu hanya fiktif belaka. Maka bergantilah cita-cita, ingin menjadi penyiar radio. Kian hari kian buram saja cita-cita seiring berjalannya waktu dan seiring garis-garis takdir yang menggurat. Baiklah sampai saat saya menulis ini, saya sudah berkompromi dengan nasib. Bahwa yang saya punya sekarang dengan peralatan skill yang saya sandang dan pemahaman pikiran yang mendalam maka saya bercita-cita menjadi diri saya sendiri. Saya adalah seorang perempuan dimana pada hakikatnya wanita diciptakan untuk menemani lelaki yang menjadi suami nantinya. Maka saya bercita-cita menjadi teman yang baik bagi suami nanti. Jangan meremehkan cita-cita sederhana nan mulia ini. Ini tugas yang berat yang diemban seorang hawa sedari ia diciptakan. Sebagai teman hidup bagi suami, wanita harus lebih cerdas dan bijaksana dan ekstra sabar level maksimal daripada suami itu sendiri.
           Cita-cita saya yang terlalu biasa dan amat biasa dan berkesan nggak berkelas ini membuat saya dari sekarang belajar meraihnya. Mulai dari banyak membaca buku, buku apa saja saya baca. Buku adalah gudang ilmu dari sana segala macam ilmu bisa ditimba. Saya harus memiliki banyak pengetahuan karena sebagai teman suami, nantinya saya adalah guru privat bagi anak-anak saya. Yang mana sumber ilmu terdekat bagi anak adalah ibunya. Wawasan yang saya dapat bisa nantinya saya pakai sebagai bahan sharing dengan anak maupun suami.
           Hal lain lagi adalah saya belajar memasak, yaaah saya mulai praktek bikin masakan dan kue rumahan. Sebagai teman hidup yang baik, saya juga harus lihai memanjakan perut. Bisa memasak yang nyata-nyata adalah ilmu katon juga harus diimbangi dengan pengetahuan nilai gizi maka peran membaca buku masih tetap diperlukan juga. Ini penting supaya kesehatan suami dan anak terperhatikan.
           Teman hidup yang baik juga harus ahli dalam pekerjaan receh seperti memasang kancing yang lepas dan menjahit celana yang sobek, saya yang asing dengan benang dan jarum harus mulai berkenalan dengan mereka beserta dengan pola tusuk jahitan. Saya sudah memulainya dengan mengikuti tutorial dari youtube dan hasil tanya pada ibu. Dari sini juga pada akhirnya saya bisa DIY bros dari pita dan flanel.
           Teman hidup yang baik harus bisa membuat suami bangga dan nyaman. Salah satunya adalah tetap terlihat cantik & sehat. Maka sedari sekarang saya belajar memilih dan memilah makanan. Kurang-kurangin junk food dan minuman makanan manis serta lebih memilih sayur, buah serta protein dan mengurangi karbohidrat. Ditambah rajin work.
           Cita-cita saya sangatlah sederhana namun untuk mencapainya sungguh harus benar-benar belajar. Itu barulah yang dasar yang lain-lain belum sempat belajar lagi masang tabung LPG, belajar bercocok tanam sederhana seperti nanam cabe, seledri, empon-empon (kunyit, jahe, kencur dkk), dan belajar ekstra sabar dan anti mengeluh..................

#KF3DAYS #WritingChallenge
#Day3
@kampusfiksi
@ikaVihara

Saturday 4 March 2017

Jika Waktu Kembali Lagi

Diposkan oleh corat coret di 21:07:00 0 komentar

Waktu tak akan berputar ulang
dia akan terus berjalan
tak akan menunggu
tak akan pula terkejar

           Jika ada mesin waktu seperti milik Doraemon. Saya rasa hanya satu hal yang ingin saya lakukan. Hal itu tidak akan merubah suatu keadaan karena menilik hakikatnya jika suatu kejadian bisa dirubah di masa lalu maka berubahlah pula masa depan. Aaah saya tak ingin menjadi manusia kuwalat merubah takdir. Saya sudah banyak dosa, tak ingin menumpuk lagi. Bisa-bisa kejadian Kera Sakti yang dikurung di gunung dan harus menunggu seorang biksu untuk membebaskan menimpa saya. Saya tak mau semerana itu sungguh.
           Kemungkinan terbesar jika ada keajaiban mesin waktu yang bisa membawa saya ke dalam masa lampau, saya hanya ingin menjadi anak perempuan terbaik dan termanis untuk seorang lelaki baik, yang dalam garis takdir saya dia adalah ayah. Saya tak ingin menyia-nyiakan waktu saya bersamanya jika saya tahu sekarang bahwa takdir kami hanya sebentar. Hanya sekedip mata. Dalam kebersamaan sekelebat bayangan itu saya ingin selalu memijitnya ketika ia lelah pulang bekerja. Tidak membebaninya dengan meminta sesuatu yang Ia tak memiliki kesanggupan memberikannya. Selalu mempersembahkan nilai akademik yang bakal membuatnya berdecak kagum sambil berbangga diri sembari mengatakan "siapa dulu bapaknya". Sungguh pasti ia akan menilai bahwa saya anak manis. Tak akan saya bantah apapun yang keluar dari bibirnya, pasti ini akan menyenangkannya dan menganggap saya anak patuh. Walaupun dinding dingin dirumah juga tahu, ia akan tetap menganggap saya anak yang manis dan patuh meski selalu saja membantah. Dari mulut ke mulut saya mendengar itu ketika ayah sudah pergi kedalam rengkuhan Illahi.
           Kematian adalah takdir pasti. Saya tidak mungkin menangguhkan sebuah kematian. Sehingga apa yang saya inginkan hanyalah memberinya sebuah kenangan bahwa Ia adalah seorang ayah yang dalam masa hidupnya pernah memiliki anak perempuan terbaik dan termanis.

Note : jangan pernah sekalipun kamu mengecewakan orang tua apalagi urusannya hanya receh, sekali mereka tiada sungguh hanya penyesalan menggunung timbul tenggelam dalam hati.

#KF3DAYS
#Day2
#writing challenge
@kampusfiksi
@ikaVihara

Friday 3 March 2017

Pernah menjadi Sahabat

Diposkan oleh corat coret di 11:52:00 1 komentar
Manusia adalah makhluk sosial dan tidak bisa hidup sendiri
mereka memerlukan teman, teman untuk berbagi
walaupun bukan sahabat, setidaknya ada sekutu 

           Sahabat dan teman mana yang lebih intim? saya rasa sahabat lebih intim karena sahabat bisa menjadi sinonim dari teman dekat. Menurut cerita orang lain, sahabat adalah teman terdekat yang menemani lika-liku kehidupan kita baik suka maupun duka. Dan menurut paham saya, jarang ada orang yang memiliki sahabat sejak dari kecil sampai dewasa masih menjalin komunikasi intens seperti dulu. Kalaupun ada sungguhlah sangat beruntung orang semacam itu. 
           Saya pribadi pernah memiliki teman sewaktu kecil, panggil saja Venus. Venus menemani perjalanan saya dari semenjak saya menginjakkan kaki di halaman pelataran Sekolah Dasar hingga terus tumbuh bersama sampai kelas enam. Dia memang anak tetangga tapi tetangga jauh, rumah kami sudah beda RT dan RW dipisahkan dengan jalan raya besar, dia di utara jalan sedangkan saya di selatan jalan. Saya bukan termasuk anak pemberani kala itu, sehingga setiap pagi Venus selalu menghampiri saya ketika hendak berangkat sekolah. Kami bersama-sama berjalan kaki. Begitupun ketika bubaran sekolah, dia juga selalu mengawal saya sampai di rumah baru kemudian dia pulang sendirian menuju rumahnya. Selalu begitu sampai tahun terakhir di SD. Pertemanan kami hanya sebatas sekutu pulang dan pergi. Kami tidak pernah bermain bersama ketika sekolah selesai. Alasannya karena jalan raya besar itu memisahkan rumah kami. Orang tua kami tidak mengijinkan anaknya bermain menyebrangi jalan raya. Dia memiliki teman bermain sendiri di lingkungan rumahnya begitupun saya. Ketika di lingkungan sekolahpun Venus jarang bermain dengan saya, dia termasuk anak yang aktif secara fisik sehingga dia bermain dengan teman-teman yang juga punya kelebihan tenaga seperti dirinya. Saya tidak termasuk karena saya bukan penggila aktifitas fisik, saya lebih memilih menghabiskan waktu istirahat saya dengan duduk di bawah pohon Filicium. Kami berpisah sewaktu menginjak SMP karena sekolah kami berbeda. Sejak saat itu kami jarang bertemu, kini dia sudah memiliki dua anak lelaki dan menjadi tetangga dekat rumah. Namun karena lamanya waktu memisahkan kami maka saya pribadi selalu kikuk untuk berbicara panjang dengannya. Kami hanya saling sapa saja ketika bertemu, lebih tidak. 
           Memasuki Sekolah Menengah Pertama, teman saya juga cenderung sekutu saja. Iya sekutu persebangkuan setiap catur wulan (dulu sistem sekolah bukan semester tapi catur wulan), ketika pindah catur wulan jelas beda teman sebangkunya. Pada akhirnya teman waktu SMP hanyalah teman sebangku yang akan berubah-rubah setiap perpindahan catur wulan. Dalam menjadi sekutu sebangku, saya hanya mengenal teman saya sebatas di lingkungan kelas saja dan paling dalam saya hanya tahu siapa gebetannya. Rumahnya dimana, anaknya bapak ibu siapa, yang mana kakak atau adiknya, di rumah dia berlaku seperti apa, saya tidak tahu. Mengapa tidak bermain bersama setelah pulang sekolah supaya lebih akrab?? karena satu dan lain hal, salah satunya adalah keterbatasan uang saku, sungguh saya tidak bisa mampir ke rumah teman sebangku itu walalupun ingin. Setidaknya untuk menjangkau rumah teman sebangku itu diperlukan satu kali ongkos angkot. Dan saya tidak punya kelebihan uang saku, uang saku saya selalu pas untuk ongkos pulang dan pergi saja. Oh iya sebagai sekutu teman naik angkot selepas bubaran sekolah saya juga punya waktu itu. Tolong jangan tanyakan smartphone ataupun medsos, tidak ada jaman itu. HP yang pertama kali saya pegang adalah Nokia 3315 (adik upgrade dari 3310), pulsa masih mahal sehingga tidak mungkin membuang sms percuma dengan hanya say hello. Hubungan saya dengan sekutu-sekutu itu kandas dan hanya meninggalkan memori ketika saya melanjutkan ke jenjang SMA. Sekolah kami benar-benar berbeda.
           Di masa SMA, saya memiliki teman juga. Hubungan saya lebih baik dengan sesama spesies saya di kala itu. Panggil saja dia Mars. Mars menemani saya sejak dari kelas satu hingga kelas tiga. 36 purnama dia telah menjadi sekutu sebangku, sekutu sekelas, sekutu pulang pergi dan bolehlah disebut sahabat. Rumah Mars yang dekat dengan sekolah dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki tanpa lelah membuat saya yang bernasib masih sama (uang saku pas-pasan) bisa mampir bermain ke rumahnya sepulang sekolah. Sehingga saya mengenal ibu, bapak dan adiknya. Lebih dari saya tahu siapa gebetannya, bahkan setiap kali dia menaksir cowok siapapun itu saya selalu tahu. Karena persekutuan kami sudah menginjak ke taraf curhatan. Apa yang dia lakukan di waktu senggangpun saya tahu, karena telepon rumah kami selalu sahut menyahut begitu ada berita baru mengenai diri kami. Bagaimana kelanjutannya setelah 36 purnama? iya sama seperti sebelum-sebelumnya. Waktu ditambah dengan nasib merenggut kami. Hubungan kami berjarak karena berbeda kampus. Telpon yang menghantarkan suaranya sudah tidak pernah berdering karena perbedaan aktivitas. Pertemuan dan perpisahan selalu beriringan dan tiada berjarak. Dan sekarang kami hanya dipertemukan lewat medsos. Dari dinding medsosnya, saya tahu dia sudah memiliki sahabat sendiri.
           Bangku kuliah mendidik saya menjadi individu bukan sosial lagi. Tidak ada sahabat disana melainkan sekumpulan sekutu atau rekan saja. Kami hanya saling membutuhkan jika saling menguntungkan selebihnya tidak. Itu menurut saya di tahun pertama saya disana. Ditahun selanjutnya saya memiliki teman lagi seperti Mars, panggil dia Bumi. Sebenarnya bukan kali pertama saya mengenal Bumi. Dia adalah teman sekelas ketika saya SMA kelas 1 dan kelas 3. Namun karena dia memiliki geng sendiri, maka kami tidak pernah dekat. Hanya sebatas teman sekelas yang say hello dan bertanya tentang tugas dan mata pelajaran. Bumi seperti Mars, dia bisa dikatakan sahabat, bukan hanya sekutu saja. Cerita sedih dan senang semua kami lalui bersama. Saat sedang santai mengopi bersama di kantin kampus sampai harus berlama-lama menekuri setiap lembar buku di pojok perpustakaan demi tugas telah kami lakukan bersama. Urusan gebetan adalah curhatan kami di waktu senggang, curhatan perihal tetek bengek masalah rumah adalah cemilan kami di kala lelah. Ibarat tanah lapang begitulah kami, tiada sekat yang bisa menyembunyikan sesuatu bernama rahasia. Walaupun ada suatu hal yang entah bagaimana bisa membuat saya merasa tak memiliki sahabat (hal ini bisa saya ceritakan lain waktu). Sampai suatu ketika nasib dan waktu memisahkan kami kembali. Kami terpisah karena berbeda jobsite, saya di Gresik dan Bumi di Mojokerto. Bagaimana sekarang? walaupun kami saling memiliki contact Whatsapp tapi kami tak pernah saling menyapa lagi. Entah mengapa, mungkin kikuk, mungkin kaku, mungkin lupa dan mungkin-mungkin yang lain.
           Lalu apa yang bisa saya ambil dari semua itu? bukan, saya tidak pernah menyalahkan waktu dan nasib walaupun keduanya seolah-olah merenggut apa yang pernah saya sebut sebagai teman atau sahabat. Menurut saya pribadi, sahabat itu tidaklah ada. Mungkin ada tapi hanya bagi sekumpulan orang yang beruntung. Bagi saya yang ada bukanlah sahabat melainkan rekan persekutuan sementara dimana ada simbiosis mutualisme disana. Jika artian sahabat adalah orang yang selalu menemani kita baik suka maupun duka, maka sepantasnya saya menyematkan julukan sahabat kepada kedua orang tua dan saudara kandung saya. Juga kepada pasangan saya (suami) kelak, karena merekalah yang benar-benar akan menghabiskan waktunya bersama saya, menemani saya apapun keadaan saya. Dan lagi-lagi nanti waktu jua yang akan memisahkan dengan perantara maut. 

3 Maret 2017
#KF3Days
#Day1
Kampus Fiksi
IkaVihara
Writing Challenge

 

Corat Coret Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review